Pakai Visa Kerja – Aroma keganjilan kembali menyeruak di tengah pelaksanaan ibadah haji 2025. Sebanyak 117 calon jemaah haji asal Indonesia ditolak masuk oleh otoritas Kerajaan Arab Saudi. Alasannya? Mereka kedapatan menggunakan visa kerja (visa amal) untuk masuk ke wilayah Saudi, bukan visa haji yang semestinya. Bukan hanya ditolak, para calhaj ini langsung slot bonus new member dipulangkan ke tanah air dengan wajah muram dan nasib tergantung di udara.
Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi tidak main-main. Siapa pun yang mencoba menyiasati sistem mereka apalagi dalam urusan suci seperti haji langsung ditindak tegas. Ke-117 calhaj itu menjadi bukti spaceman slot nyata bagaimana Saudi kini jauh lebih ketat dan represif terhadap pelanggaran administrasi ibadah.
Apa yang membuat hal ini lebih menyedihkan? Mereka bukan penipu. Mereka adalah rakyat biasa yang punya niat tulus beribadah, namun terseret dalam skenario “bodong” yang diduga kuat melibatkan pihak-pihak tak bertanggung jawab di Indonesia sendiri.
Baca Berita Lainnya Juga Hanya Di creantworld.com
Kronologi Pakai Visa Kerja Untuk Naik Haji
Para calhaj yang dipulangkan diketahui masuk ke Saudi menggunakan visa kerja non-haji, yang sejatinya digunakan untuk para pekerja asing seperti buruh bangunan atau tenaga kebersihan. Bukan hanya melanggar hukum imigrasi, tindakan ini mencoreng nilai ibadah itu sendiri.
Modus ini bukan hal baru. Sudah sejak lama celah visa non-haji kerap dimanfaatkan sebagai jalan tikus untuk menunaikan ibadah haji tanpa harus melalui prosedur resmi pemerintah. Bayangkan, daftar tunggu haji di Indonesia bisa mencapai belasan hingga puluhan tahun, tergantung daerah. Hal ini memicu masyarakat mencari jalur alternatif, termasuk lewat visa kerja.
Sayangnya, celah itu kini ditutup rapat. Otoritas Saudi telah berkoordinasi dengan sistem biometrik dan database internasional. Identitas calhaj “bodong” bisa langsung terbaca saat mendarat di bandara.
117 orang ini hanya segelintir dari ribuan yang mungkin mencoba jalur yang sama. Pertanyaannya, siapa aktor di balik semua ini? Dan mengapa pemerintah Indonesia tampak lengah?
Penyelundupan Spiritual Berkedok Haji: Bisnis Ibadah yang Menggiurkan
Tak bisa dimungkiri, bisnis haji dan umrah adalah ladang uang raksasa di Indonesia. Dalam bayang-bayang keimanan, beroperasi calo, biro travel tak resmi, hingga jaringan agen visa yang menjanjikan berangkat cepat dengan biaya “hanya sedikit lebih mahal”. Para calhaj yang tertipu seringkali tidak menyadari bahwa mereka telah membeli kebohongan berjubah suci.
Visa kerja, meskipun lebih murah dan mudah didapat, adalah tiket neraka saat digunakan untuk niat mulia seperti haji. Pemerintah Saudi bahkan mengancam blacklist bagi jemaah maupun negara pengirim jika terus-menerus terjadi pelanggaran ini.
Pertanyaannya: di mana pengawasan dari pemerintah Indonesia? Apakah Kementerian Agama tutup mata, ataukah ada pembiaran sistemik? Apakah aparat penegak hukum benar-benar serius mengusut sindikat visa palsu ini, atau justru ada keterlibatan dari oknum dalam sistem itu sendiri?
Indonesia Harus Malu: Calhaj Diarak Pulang Seperti Kriminal
Sungguh ironis, negeri dengan populasi Muslim terbesar di dunia, justru mengekspor calhaj yang dipulangkan secara memalukan. Ke-117 orang itu bukan hanya kehilangan kesempatan beribadah, tetapi juga harga diri dan rasa hormat.
Mereka diarak keluar bandara, diperiksa ketat, dan ditahan sebelum akhirnya dipulangkan. Tidak ada penghormatan terhadap niat baik mereka. Semuanya hilang, hanya karena sistem yang bobrok dan niat buruk sebagian orang yang mempermainkan prosedur.
Jangan lupakan fakta bahwa para calhaj ini telah menghabiskan ratusan juta rupiah demi bisa berangkat. Uang hasil menjual sawah, meminjam dari koperasi, bahkan menjual rumah semua sirna karena visa yang salah jalur.
Tindakan Tegas Harus Segera Diambil
Peristiwa ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah. Penertiban biro travel, pengawasan ketat terhadap pengeluaran visa, dan transparansi daftar tunggu harus menjadi prioritas. Kalau tidak, tahun depan mungkin akan lebih dari 117 orang yang dipermalukan di tanah suci.
Masyarakat Indonesia harus sadar bahwa tidak ada jalan pintas menuju Baitullah. Siapa pun yang mencoba menempuh jalur gelap, cepat atau lambat akan ditolak. Dan yang paling menyakitkan adalah: penolakan itu datang bukan dari manusia, tapi dari rumah Tuhan.